Minggu, 02 Agustus 2009

Selepas catatan tentang kita

:Dina F. M.


Statsiun kota, plaza Semanggi, dan cafe Plaza Bumi Putra, dan sosok kita

berdua dalam hingar impianmu, tentang kita, tetapi dimana diriku kini,

dimana dirimu, kini ?

dimana kekasih yang kau bilang dulu,

Ia menghilang bukan,

dengan cincin yang kau lingkarkan dijari manisnya,

kemana ia kekasih ?

kemana pergi matahari yang sempat kulihat ?

Kekasih?!?

Pertemuan dan Perjamuan 1

: Tentangmu Gita

Malam merayap perlahan menyusur tubuh

Gaduh begitu resah

Hasrat menjalari malam.

Aku tak ingin habiskan dalam satu malam,

aku tak ingin ini,

aku tak ingin itu,

sebab untuk ini,

Sepi adalah diri.

Sunyi adalah jiwa.

Kau tak akan menemukan ku,

disini,

disana,

tapi pergilah menari,

dan nyanyikan sekali lagi,

nada dan irama mu,

hingga terdengar kuat disini,

kaliamat jiwa mu.

Biar tak sepi mati ku.

Di mati.

Pagi dan segelas kopi, hapir habis.

Air berkata menyelam lebih dalam kau akan kenali dirimu,
dan Api menyahut bara yang menyala dari api ku,
pada roko yang kau hisap ditiap saat,
akan berikan mu pikiran
dan perasaan dalam
perenungan dan persoalan,
"Jadikan aku semangatmu."

Tanah berkata,
kadang kau berpijak padaku
kadang begitu jijik
dan kotor,
tapi percayalah
"Kau Tumbuh dan besar dari kami."

Sejahat apaun dikata orang
kau racuni udara dengan asap temabakau mu
sungguh aku lebih prihatin
dengan sepuluh mobil seorang dokter
dan asap pabrik obatnya
untuk meracuni tubuhmu,
yang dari ujung rambut,
hingga ujung kaki,
"Adalah racunku."

dingin berkata,
sepi tak lebih menyakitkan
karena sepi adalah dunia pertama
dimana kita saling mengenal
"Ketika Engkau dilahirkan."

Diam berkata,
tidurlah,
nak,
esok,
lusa,
"Kau buat peristiwa."

Jumat, 10 Oktober 2008

Manifesto satria pedang tumpul

Fana nama gadis yang berlari pada sebuah tempat disurga, mengajaku berkelana dibumi, apakah aku akan bertanya untuk apa kita disini kekasih, jika surga lebih baik buat kita?

Fana mengajakku berlari sekencang mungkin meninggalkan surga pertama, tempat kami bercinta, dan menujukan arah kelanaku yang seakan tanpa tepi sebelum pertemuan, pada perjamuan cintaMu.

Fanakah kini dirimu kekasih, yang letih kukejar dalam sunyiku, sembunyi sendiri. Adakah kau tuang air hayat ketika letihku berulang, sedang pengembaraan ditengah perburuan tak henti menggumam dalam sebutkan satu kata tak henti berkali bak air, kekasih, menderas, menggelombang menerpa hampa pada ruang, ketika kau sebut perjalananku gombalku belaka, kekasih, tipuan dari bibir rayuanku. kau pikir cintaku semu, dimana Tuhan yang lebih kekal dari jasadku, dari sukmaku yang mengembang disemesta raya, ataukah ruhku selain Allahu azza wa zala.

Fana namamu, perempuanku, masihkah tertipu pandangan pada hampa langkahmu, ketika kau tak pernah sadari sepiku tanpamu, ketika lelaki perkasa itu kau sebut robb….berketentuan pada kuasa, agung pada singgasana dan istana, tak henti kau maki aku lelaki yang lena pada bidadariMu.

Fana nama perempuanku, bayangan yang menyelinap pada sunyiku, mengelepar seakanku berlari darimu, ketika aku begitu dekat, seakan jauh terlihat dariNya.

Fana perempuanku, pergilah kejabalrahman menangislah, menghiba, mendera diri pada isak tangis tak berkesudahan, sebelum rengkuh cintaku, yang kau sebut fana, semu belaka, katamu, ketika kubertingkah pada hatimu yang lena, sekan kutak memanjakanmu, kekasih.

Fana perempuanku, masihkah kau sadariku, jika kau tak bersamaku. makaku bersamaNya, menangislah mintalah aku sekali lagi mendekapmu, sebagaimana mula pertama pada hamparan takbertepi yang kekal diri, pada surgaMu, yaa Allahu azza wa zalla.

Fana perempuanku, jika pertemuan telah menjadi semu, meski hampa, nyataku ciptaanMu, tak lebih kekal dari waktu dimayapada, hingga sesaat lewat, adalah aku yang tak sempat, dihadapamu, ketika kutak lagi berjarak bersamaNya. Cintailah ciptaanKu, sebagaimana mencintaiNya, kasihiKu sebagaimana kukasihiMu.

Fana perempuanku, bangunkanku, jika fajar surga menyelinap dari balik tirai jendela, disini tak ada waktu berburu, tak ada kelana jika semua telah terlihat begitu terbiasa, tak ada aku(ego), tak ada hasrat, tak ada selainKu, ku selalu bersamaMu, kekasih.

Selasa, 23 September 2008

Manifesto satria pedang tumpul

:Ketika bertanya kemana tujuan


Pada tusuk sate tamanku, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandangan yang tak terlewatkan sepanjang waktu. Kadang ditemani sebungkus rokok dan secangkir kopi, kadang hanya melihat lalulalang orang-orang. Langkah kaki sepi seorang gadis, lelaki gontay kehilangan semangat, omong-kosong pacar merayu disisinya yang tersipu-sipu,perempuannya menolehkan wajah padaku mencari saat selingkuh. Sendiriku, duduk dibangku taman, ditusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati.

Kuingat kekasih, siapa dia, perempuan manis, cantik, tak perduli wana kulit. Rambut sebahu atau dikepang dua, atau digerai angin.........wajahnya pasti kukenali seperti kukenal mereka perempuan yang sempat duduk disisiku saling menemani, menunggu waktu pergi. Entah disenja, entah dipagi, disini dibangku taman, pada tusuk sate, diantara lajur-lajur jalan yang terlewati.

Pada akhirnya bangku ditamanku, hanya aku yang ditemani secangkir kopi dan sebungkus rokok. Entah mungkin kekasih menunggu disudut gang, menginginkanku menjemputnya disana, tapi engganku beranjak dari bangku ditamanku, pada tusuk sate, diantara lajur jalan yang terlewati, dimana hilir mudik menjadi pemandanganku sepanjang waktu.

Kekasih tempatmu dihati dan pikirku, diantara berita politik, sosial, budaya, dan ekonomi, bersesak disisi hukum dan kriminalitas, Negara ini. Kekasih apakah agamamu, ku tak peduli selama kau tak mejadi biarawati dan biksuni, dan selama bukan mantan kekasih dari orang yang begitu kau kekasihi, selama kau tak pernah berlari darinya dan menemui lelaki lain, selama itu aku juga kekasih yang menunggumu. Hanya aku ditemani sebungkus rokok kretek dan secangkir kopi, pada bangku ditamaku, tepat ditusuk sate, jalur jalan yang biasa dilewati.

Kekasih, ditusuk sate, diantara lajur-lajur jalan, disana ada sebuah taman, ada aku pada sebuah bangku, ditemani secangir kopi dan sebungkus rokok kretek, jangan kau tanya aku siapa, tapi mendekatlah dan duduk merapat kesisiku dan katakan kau tak akan membiarkanku duduk sendiri tanpa kau temani, setelah gelap lewat, peluk aku dan ciumi aku, jika mungkin kekasih begitu abadi dikebersamaan, sempatkan dirimu untuk menjadi ibu anak-anakku.

Tapi jika ku tak berada dibangku taman, mungkin kita tak sedang beruntung, karena biasanya disepanjang waktuku berada disana, menyaksikan lalulalang orang-orang lewat, pada lajur-lajur jalan kehidupan. Tapi lihat diujung gang, dibawah rambu dilarang parkir, disana ada kedai kopi, duduklah disalah satu bangkunya, pesan minuman kesukaanmu, mungkin kau akan sadar disana ada pemuda yang begitu menati kekasihnya, duduk sendiri, sambil terus matanya memandang keluar, seperti menjemput seorang perempuan, untuk duduk disisinya, itu bukan aku, tetapi kekasih yang duduk disudut, menunggu perempuan untuk menerima cintanya.

Salam,


sadoell77@yahoo.co.id
http://sadoell.lemontreenet.net.com
http://saddoell77.blogspot.com

Jumat, 19 September 2008

Manifesto satria pedang tumpul

:Bersama Kang Kurniawan

“Bravo…..dua gelas kopi, sebungkus keretek, jangan lupa gorengan ketela, dan mimpikan ladang-ladang didepan mata, seperti tak ada batasa pandangan antara beranda, jalan setapak didepan rumah, serta sawah yang terhampar luas, dibatasi gedung-gedung mall dan plaza, atau limbah pabrik yang setia mengotori kali yang mengaliri sawah-sawah, sementara anak-anak takut sekolah karena dinding-dinding bangunan tak sekedar retak, atau atap yang bocor gentengnya tak sempat diganti, ditambah langit-langit yang tak terpasang, sempurna……. ini bisa kita nikamati sambil minum kopi, dan mengepulkan asap rokok berkali-kali……bravo!!!”

Rabu, 10 September 2008

Manifesatria pedang tumpul

Kembali lagi pada siku garis perpotongan, antara sumbu X dan sumbu Y, pada sebuah bilangan ‘tak terhingga’, ‘nol’ kataku.

Mulailah lagi menemukan jarak, menemukan garis kemiringan pada kedua sisi, jika kemungkinanya dapat ditemukan ruang ‘kosong’ yang tak sempat disinggahi,
“Masih kucari bentuk logis, antara sumbu pertikalisme pada bidang horizontalisme. Ayo bilangan jangan bias, sekali ini saja kusaingi Fir`aun,ha ha ha ha …………”.

Pitagoras mari bermain sekali lagi, he he he he…..kau menghitung aku yang mengambil garis he he he he…………

http://sadoell.lemontreenet.net/