Jumat, 10 Oktober 2008

Manifesto satria pedang tumpul

Fana nama gadis yang berlari pada sebuah tempat disurga, mengajaku berkelana dibumi, apakah aku akan bertanya untuk apa kita disini kekasih, jika surga lebih baik buat kita?

Fana mengajakku berlari sekencang mungkin meninggalkan surga pertama, tempat kami bercinta, dan menujukan arah kelanaku yang seakan tanpa tepi sebelum pertemuan, pada perjamuan cintaMu.

Fanakah kini dirimu kekasih, yang letih kukejar dalam sunyiku, sembunyi sendiri. Adakah kau tuang air hayat ketika letihku berulang, sedang pengembaraan ditengah perburuan tak henti menggumam dalam sebutkan satu kata tak henti berkali bak air, kekasih, menderas, menggelombang menerpa hampa pada ruang, ketika kau sebut perjalananku gombalku belaka, kekasih, tipuan dari bibir rayuanku. kau pikir cintaku semu, dimana Tuhan yang lebih kekal dari jasadku, dari sukmaku yang mengembang disemesta raya, ataukah ruhku selain Allahu azza wa zala.

Fana namamu, perempuanku, masihkah tertipu pandangan pada hampa langkahmu, ketika kau tak pernah sadari sepiku tanpamu, ketika lelaki perkasa itu kau sebut robb….berketentuan pada kuasa, agung pada singgasana dan istana, tak henti kau maki aku lelaki yang lena pada bidadariMu.

Fana nama perempuanku, bayangan yang menyelinap pada sunyiku, mengelepar seakanku berlari darimu, ketika aku begitu dekat, seakan jauh terlihat dariNya.

Fana perempuanku, pergilah kejabalrahman menangislah, menghiba, mendera diri pada isak tangis tak berkesudahan, sebelum rengkuh cintaku, yang kau sebut fana, semu belaka, katamu, ketika kubertingkah pada hatimu yang lena, sekan kutak memanjakanmu, kekasih.

Fana perempuanku, masihkah kau sadariku, jika kau tak bersamaku. makaku bersamaNya, menangislah mintalah aku sekali lagi mendekapmu, sebagaimana mula pertama pada hamparan takbertepi yang kekal diri, pada surgaMu, yaa Allahu azza wa zalla.

Fana perempuanku, jika pertemuan telah menjadi semu, meski hampa, nyataku ciptaanMu, tak lebih kekal dari waktu dimayapada, hingga sesaat lewat, adalah aku yang tak sempat, dihadapamu, ketika kutak lagi berjarak bersamaNya. Cintailah ciptaanKu, sebagaimana mencintaiNya, kasihiKu sebagaimana kukasihiMu.

Fana perempuanku, bangunkanku, jika fajar surga menyelinap dari balik tirai jendela, disini tak ada waktu berburu, tak ada kelana jika semua telah terlihat begitu terbiasa, tak ada aku(ego), tak ada hasrat, tak ada selainKu, ku selalu bersamaMu, kekasih.